Kisah Zikri: Cahaya Harapan dari Rumah Tua
Zikri adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Sejak kecil, ia hidup dalam kesederhanaan yang nyaris menyentuh garis kemiskinan. Ayahnya telah lama tiada, dan ibunya mengalami cacat penglihatan, sehingga tak mampu bekerja seperti orang lain. Hidup mereka penuh perjuangan—bahkan untuk sekadar makan sehari-hari pun sulit. Rumah yang mereka tempati beratap bocor, dindingnya nyaris roboh, dan tidak ada perabotan mewah. Tapi di tengah kekurangan itu, Zikri tumbuh dengan semangat yang luar biasa.
Meski harus berjalan jauh ke sekolah dengan perut kosong, Zikri tak pernah mengeluh. Ia sadar bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk keluar dari jerat kemiskinan. Semangat itu mulai membuahkan hasil ketika ia duduk di bangku kelas 3 SMP. LAZ Ashpen datang menjadi cahaya di tengah gelapnya kehidupan Zikri. Ia mendapatkan beasiswa yang sangat membantu kebutuhan sekolahnya. Tak hanya itu, karena jarak ke sekolah yang jauh, Zikri juga dibelikan sepeda agar ia tidak perlu berjalan kaki lagi setiap hari.
Setelah lulus SMP, Zikri melanjutkan pendidikan ke SMK 1 Baso. Di sana, ia kembali menerima bantuan berupa beasiswa Rp500.000 per bulan dari salah satu donatur LAZ Ashpen. Bantuan ini begitu berarti. Dari ketiga bersaudara, hanya Zikri yang bersekolah karena keterbatasan biaya. Maka beasiswa itu bukan hanya membantu pendidikan Zikri, tetapi juga menjadi penyemangat bagi ibunya yang selalu mendoakan di setiap sujudnya.
Zikri membalas kebaikan itu dengan kesungguhan belajar. Ia dikenal sebagai siswa yang rajin dan memiliki semangat tinggi. Saat ujian praktik, ia mendapatkan nilai yang membanggakan. Kini, Zikri punya harapan. Ia tidak lagi melihat masa depan sebagai sesuatu yang suram. Ia yakin, suatu hari nanti, ia bisa membahagiakan ibunya dan mengubah nasib keluarganya.
Alhamdulillah, di balik derita, Allah hadirkan jalan dan pertolongan. Zikri adalah bukti bahwa harapan bisa tumbuh bahkan di rumah tua yang hampir roboh.
By : Sampono
Posting Komentar